Mungkin sesekali meleraikan suatu pertengkaran atau menjadi penengah masalah merupakan hal yang biasa. Tapi gimana kalo kalian ditakdirkan untuk menjadi penengah masalah? Well aku mau sedikit bercerita tentang hal ini dari pengalamanku sendiri :)
Aku baru menyadari kalo aku selalu menjadi penengah di saat aku SMA. Waktu itu, seorang sahabatku sebut aja Miranda sedang berseteru dengan sahabatku juga sebut saja namanya Dani. Mereka sama-sama temanku saat SMA hanya beda geng (ahh sebut saja begitu). Si Miranda cerita ini itu, nyalahin si Dani dan sebaliknya juga. Dan aku susah payah juga buat jelasin ke mereka berdua kalo masalahnya ga segede itu bla bla bla. Pada akhirnya aku menyerah karena melihat mereka belum juga bisa menyelesaikan masalah walau udah aku pertemukan mereka berdua.
Nah dari sini, aku mulai menyadari aku sering menjadi penengah dalam hal apapun dari masalah keluarga, teman bahkan sampai ke masalah cinta. Dari teman yang pengen dijodohkan dengan teman aku yg satunya, teman yang sedang bermasalah dengan pacarnya, sampe ke teman yang putus dengan pacarnya tapi pengen balikan or something. Well sebenarnya banyak kisah lucu disini kalo berhubungan sama yang namanya cinta. Tapi ga akan aku bahas disini. Other time maybe..
Sebenernya menjadi penengah itu ada enak plus ga enaknya. Semacam suatu kelebihan dan kekurangan. Sisi enak bisa diambil ketika masalah yang kita tengahkan selesai, berakhir dengan damai, dan membawa kebahagiaan pada dua orang yang berseteru. Perasaan kita pasti jadi lega banget dan akhirnya satu simpul senyuman mengembang di bibir kita.
Tapi sisi ga enaknya juga lumayan menyiksa sebenernya. Sebenernya menjadi penengah itu sama sekali ga menyenangkan. Karena sebenarnya kita harus memilih yang menurut kita benar walaupun kita sudah bersitegas untuk menjadi pihak yang netral. Di satu pihak kita harus obyektif, di satu pihak kita harus menentukan pilihan. Meski kita sadar memilih tidak sama dengan membela. Jika ada persoalan yang membuat kita tidak harus membela, disana kita telah menjadi seorang penengah. Penengah yang bijak
Pernah satu saat aku ngerasa gregetan sama cerita seorang teman, hanya dikarenakan sebenarnya kisahnya itu simple untuk diselesaikan tapi menjadi rumit karena ada pihak-pihak lain yang mempengaruhi mereka berdua sepertinya hingga masalah ini belum pernah selesai. Dan aku menjadi salah satu orang yang mendengarkan cerita mereka berdua. Tau bagaimana rasanya? Campur aduk. Dan aku harus tetap menjadi pihak yang sangat netral dalam situasi seperti ini. Tetapi perlu diketahui juga, seorang penengah bukanlah orang ketiga. Ngga ada hal ketiga dalam sebuah pilihan. Pilihan alternatif hanya ungkapan untuk tidak menunjukkan pembelaan.